Belum lama ini aku membaca di koran-koran dan internet bahwa di daerah perbukitan sebelah selatan dusun Mlati, desa Keloran, kecamatan Selogiri, terdapat air terjun yang indah dan belum banyak diketahui orang. Kawasan perbukitan (gunung) yang menjulang tinggi dan berderet yang memisahkan kecamatan Selogiri, Manyaran dan juga Wuryantoro itu ternyata menawarkan keindahan alam yang masih sangat alami. Sebagai seorang warga yang kebetulan tinggal di daerah Selogiri, aku pun mencari tahu lebih banyak tentang kebenaran berita tersebut kepada warga sekitar khususnya orang tua. Selidik punya selidik ternyata tempat yang dimaksud itu memang ada dan sudah lama diketahui masyarakat sekitar yang dulu suka mencari rumput di sekitar area tersebut.
Nah, berbekal rasa penasaran dan tak ingin disebut ketinggalan berita, kemarin hari Minggu, 26 Februari 2012 aku membuktikan kebenaran itu. Bersama tiga teman dari satu desa, sebut saja namanya Agus, Dita, dan Patria, kami memulai petualangan kecil berjudul ekspedisi pencarian air terjun tak bernama itu. (mulai lebay).
Kami berangkat pagi-pagi mengendarai motor dengan saling berboncengan. Perjalanan motor kami berhenti di desa terakhir yaitu desa Mlati, lalu menitipkan motor di salah satu rumah warga yang kebetulan kami kenal. Berbekal air minum dan makanan kecil, perjalanan kaki kami dimulai dari sini. Dengan melalui jalan setapak yang menanjak, licin, dan berliku kurang lebih hampir 1 Km, kami sampai di air terjun itu. Di sini kami melihat ada dua saluran air terjun yang berbeda dan tempatnya tidak terlalu jauh. Perasaan yang muncul saat itu adalah “lega tapi capek”.
Air terjun pertama, tak jauh dari sini terdapat air terjun lain yang berbeda. ini dia wujudnya..
Diperjalanan itu kami tidak sendiri, ada juga orang yang dengan niat seperti kami, ingin melihat keindahan air terjun itu. Perbincangan mulai terjadi, dan pengetahuan baru bagi kami, ternyata masih banyak air terjun diatasnya dengan keindahan yang tak kalah menarik. Akhirnya kami melanjutkan perjalaanan ke air terjun ketiga yang malah gak sempet diabadikan karena sibuk terkesima. Naik lagi keatas dengan jalan yang semakin susah dan licin, sampailah kami ke air terjun keempat yang orang sekitar biasa menyebutnya grojogan bawuk (baca: vagina), bukannyaa mau vulgar, tapi mungkin memang bentuk batu yang dilewati air yang mengalir itu berbentuk seperti alat kelamin perempuan. Gak percaya, liat aja sendiri di sini.
Grojogan Saru
Sempet beristirahat lama disitu, akhirnya rasa penasaran kami belum habis, kami melanjutkan perjalanan ke atas lagi, kali ini sudah mirip sama film Vertical limit, karena tingkat kemiringan jalan sudah mulai susah dilalui. Dengan perjuangan yang menguras tenaga, kami smpai di air terjun kelima yang kalau menurut kami ini yang paling indah.
Ini Kelima, capeknya udah mulai gak ketulungan.
Sampai di sini kami berencana mau balik untuk pulang, tapi karena ada informasi masih ada lagi air terjun di atas yang manarik, kami pun lanjut berjalan mencari letak air terjun selanjutnya. Saat itu aku udah mulai capek dan gak percaya dengan medan yang akan kita lalui. Ini gila, kami bukan berjalan tapi mendaki batuan dan tanah yang basah dengan tingkat kemiringan hampir 90 derajat tanpa peralatan apapun. Dengan terengah-engah, terpeleset, sepatu yang penuh lumpur, akhirnya kami bisa berjalan sambil sesekali memotong semak belukar yang menghalangi jalan kami. Mungkin Cuma kami lah yang menyebut kalau itu jalan, kayaknya orang lain gak pantes menyebut itu jalan, apalagi petugas LLAJ.
Singkat cerita, ini dia penampakan air terjun keenam.. agak serem sih tapi menarik juga.
Karena dalam hati kami berpikiran kepalang tanggung, kami pun lanjut lagi menanjak ke atas. Yap, bener, lebih ngeri lagi medannya, semak belukar udah mulai bermetamorfosis menjadi tumbuhan penuh duri. Tumbuhan yang sekiranya bisa digunakan untuk pegangan malah seringnya bisa bikin terluka. Dengan perjuangan yang menguras tenaga dan bercucuran darah (lebay mulai maksimal), kami sampai di air terjun ketujuh. Di sini kami melampiaskan rasa capek dan kagum kami dengan mandi di air terjun tersebut.
Selesai manikmati suasana yang sepi, sejuk, dan rindang sambil membuka perbekalan untuk dimakan, kami pun kembali untuk pulang dengan melewati jalan yang sama. Sebenarnya males juga karena memang tenaga udah mau habis, namun karena cuaca sudah gerimis dan gak mau dimakan binatang buas, akhirnya kami pun pulang dengan perasaan galau. Dengan medan yang sama namun tenaga dan rasa penasaran yang berbeda, kami turun gunung dengan pelan-pelan. Sempat tersesat dan bingung juga karena suasana sudah mulai gelap, berbekal ilmu Titen, kami mampu kembali turun sampai di pemukiman warga tempat motor kami dititipkan, tentunya dengan sebelumnya kehujanan di perjalanan.
Pengalaman yang sangat berharga bagiku. Rasanya gak percaya mampu kalau harus disuruh pergi kesana lagi dengan persiapan dan perbekalan yang sama.
Inilah teman-teman yang aku ajak untuk berpetualang di hari yang melelahkan itu.
kalian tahukan yang mana aku? Yak.. kalian memang pembaca pintar. tentu saja aku berada di bagian tengah yang berdiri itu. Orang yang paling cakep diantara yang lainnya.
:)
BalasHapusGood Story !!
Tapi kok bagian kehujanan nya gak crita ya ?!
Foto terakhirnya bagus, yang motoin sapa ? taruh di batu gitu ya ? keren2 fotonya ...:D
Lagu di blog nya .... Asyik banget !!
BalasHapusahahaha..jadi malu?! true story itu semua yg ditulis. kalau cerita lengkapnya sih harusnya lebih dari itu, tapi takut pembaca bosan. kegerimisan untung pas mau sampai perkampungan..
BalasHapusTapi syang .. ada foto fulgarnya.
HapusKalau malu, pake baju makanya, gak kayak gitu itu pose nya ,,,
memang.. wisatawan lokal tak pernah senorak itu..
BalasHapusItu yang paling bagus air terjun yang mana ?
Hapusyang ke-5 keren ya ? yang ketujuh asyik kayaknya ... ?!
Sayang ada yang gak ke foto, lebih bagus dari semuane gak?
y^_^y
paling bagus yg nomor 5 itu kok. ketujuh yg pling enak buat berenang.
Hapusooo. , itu air terjun po kalen. ,
BalasHapus